Bireuen merupakan salah satu kabupaten tinggi kasus
penyalahgunaan Narkoba. Tidak saja kuantitasnya meningkat dan jenis narkoba
yang beragam, tetapi angka pemakainya pun tinggi. Bahkan kini telah merambah
Sekolah Dasar di daerah ini.
Seorang kepala SD di Bireuen mengungkapkan, tidak kurang
dari sepuluh muridnya diketahui mengisap lem cap kambing yang dicampur dengan
sabun B-29. Kata kasek yang enggan dipublikasikan identitasnya itu, kebiasaan
buruk murid tersebut diketahui setelah ditemukannya lem yang telah dicampur
dengan sabun dari tas seorang murid kelas VI. “Mulanya, guru yang memeriksa tas
murid tidak curiga dengan benda tersebut, namun setelah ditanya untuk apa lem
tersebut barulah terungkap bahwa alat perekat itu untuk diisap sebagai
penenang,” paparnya.
Berdasarkan pengakuan murid kelas VI SD, kata Kasek,
kebiasaan mengisap lem dengan dicampur sabun bukan saja dari sekolahnya, tetapi
murid dari tetangga SD tersebut juga sering ngelem. “Menurut pengakuan, mereka
ngelem pada jam-jam istirahat atau sepulang sekolah,” kata kasek itu.
Untuk mencegah kebiasaan ngelem muridnya itu, jelas kasek,
pihak sekolah telah melapor ke atasannya dan memanggil para orang tua murid.
Namun hasilnya tidak maksimal dan masih saja ditemukan beberapa murid yang
ngelem di luar sekolah. “Sepertinya sulit untuk mencegah apabila tidak ada
dukungan dari semua pihak,” ujar kasek itu.
Seorang guru yang ditanya KoranBireuen mengaku awalnya dia
tidak mengetahui kalau lem yang ada di tas muridnya untuk diisap agar play.
“Awalnya saya menduga benda itu untuk bahan pelajaran kerajinan tangan, taunya
diisap. Pantaslah saya lihat dia sering ngantuk di kelas,” sebut bu guru itu.
Sementara wali dari murid yang ketahuan ngelem di sekolah
itu, kepada KoranBireuen mengaku kaget mengetahui kebiasaan anaknya. “Saya tahu
dia ngisap lem dari gurunya ketika saya dipanggil ke sekolah, tapi mau
bagaimana ya, kalau saya kerasin juga gak mungkin,” kata orang tua anak itu.
Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan Jeumpa,
Azhar SPd yang dikonfirmasi KoranBireuen mengaku telah mengetahui kebiasaan
isap lem sejumlah murid SD di wilayah kerjanya. “Saya sudah turun ke sekolah
dan telah menegaskan kepada para kepala sekolah dan guru agar memberi perhatian
khusus kepada murid tersebut. Tidak saja itu, guru juga harus peka dengan sikap
anak dan perlu membuat jalinan dengan orang tua atau wali siswa sehingga
anak-anak bisa dikontrol sampai ke rumah dan saat berada di lingkungannya,”
harap Azhar.
Tambah Azhar, tugas mendidik anak tidak saja menjadi
tanggung jawab sekolah, namun perlu adanya keterlibatan orang tua atau wali dan
pihak lingkungan bermaian si anak. “Di sekolah mereka hanya beberapa jam saja,
selebihnya di rumah dan lingkungan. Karenanya, kita berharap orang tua dan
lingkungan ikut bersama-sama mengawasi anak,” sebut Azhar.
Kebiasan mengisap lem di kalangan anak usia sekolah bukan
hanya terjadi di seputaran pusat Kota Bireuen. Informasi lain menyebutkan,
perilaku tersebut telah merambah berbagai pelosok Kabupaten Bireuen. Bagaimana
pemerintah dan pihak terkait, terutama Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNN) setempat, menanggapi
persoalan ini?
Kepala BNNK Bireuen, Drs Agussalim yang ditanya KoranBireuen
tentang perilaku mengisap lem oleh sejumlah anak SD mengatakan, perilaku
menyimpang anak-anak usia sekolah dasar itu sudah lama “tercium” oleh pihaknya.
“Kita telah berupa menjalankan strategi yang tepat untuk mengantisipasi
kasus-kasus semacam ini,” katanya.
Agussalim menjelaskan, lem yang diisap tersebut tetap masuk
dalam kategori narkoba. “Ini bukan narkotika atau psikotropika, tapi merupakan
zat adiktif yang juga disebut narkoba. Bahanya tetap sama dengan jenis narkoba
lainnya,” katanya.
Dia menyebutkan, kalau narkotika di antaranya berupa morfin,
heroin, petidin, ganja/kanabis dan lainnya. Sementara psikotropika termasuk di
dalamnya ekstasi, shabu, amfetamin dan jenis lainnya. “Nah, sedangkan zat
adiktif berupa minuman beralkohol semacam whiskey, vodca, manson house, TKW dan
beragam jenis lainnya. Kemudian ada yang disebut Inhalansia atau gas yg
dihirup. Ini termasuk lem, thinner, nail remover dan bensin,” papar Agussalim.
Bila dilihat dari tingkat resiko, lanjut Agussalim, perilaku
ngelem (mengonsumsi zat adiktif) lebih berbahaya dari mengkonsumsi narkotika
atau psikotropika. “Zat yang dihirup dari lem itu akan mempengaruhi tubuh
terutama otak atau susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan
fisik dan psikis. Bila tak cepat dicegah, anak-anak itu akan ketagihan dan
ketergantungan,” sebutnya.
Terkait upaya BNNK Bireuen dalam mengantisipasi kasus-kasus
semacam itu, kata Agussalim, pihaknya akan menambah frekwensi sosialisasi
bahaya narkoba ke lembaga-lembaga pendidikan, mulai sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. “Kita akan turun ke sekolah-sekolah untuk memberi pemahaman
tentang narkoba, termasuk jenis dan ciri-cirinya hingga akibat yang ditimbulkan
bila mengonsumsi narkoba,” katanya.
Menurut dia, sejauh ini BNNK Bireuen telah membentuk
kader-kader penyuluh anti narkoba di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.
“Selain melaksanakan sosialisasi secara terus menerus, kita juga membentuk
kader penyuluh anti narkoba di sejumlah lembaga pendidikan. Dalam satu lembaga
pendidikan yang telah kita datangi, kita membentuk 50 kader,” ungkap Agussalim.
Dikatakannya, program tersebut merupakan bagian dari upaya
mengantisipasi penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa.
“Dengan jejaring penyuluh ini, kita harapkan para pelajar dan mahasiswa semakin
paham akan bahaya narkoba,” kata Agussalim.
Ke depan, tambah Agussalim, pihaknya juga akan melakukan
sosialisasi Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN) bagi kalangan guru sekolah dasar. “Para guru juga perlu mendapat
pemahaman tentang jenis-jenis narkoba, ciri-ciri anak yang mengonsumsi narkoba
dan bahaya yang ditimbulkan,” sebutnya.
Agussalim menyebutkan, advokasi P4GN itu merupakan amanah
Inpres No.12/2011 yang sebelumnya juga telah disosialisasikan bagi aparatur
pemerintah, pengurus LSM dan OKP. “Jadi, upaya pencegahan penyalahgunaan
narkoba di kalangan generasi kita merupakan tugas kita bersama. Namun demikian,
BNN tetap berada di garda depan dalam menanggulangi persoalan ini,” tandasnya.
Penyalahgunaan narkoba memang sudah menjadi persoalan
bangsa. Penanganannya bukan hanya tanggung jawab BNN, tapi juga menjadi tugas
orang tua, pemuka masyarakat, ulama dan pemerintah daerah. Apalagi pihak dinas,
badan dan kantor di lingkungan pemerintah daerah telah dibebankan tugas
advokasi P4GN. Karena itu, semua pihak tidak bisa lepas tangan dengan persoalan
ini. Bersama kita wujudkan generasi Bireuen yang cerdas dan sehat tanpa
narkoba. Bisakah? (koranbireuen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar