BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN BIREUEN ADALAH LEMBAGA PEMERINTAH NONKEMENTRIAN YANG BERKEDUDUKAN DI KABUPATEN BIREUEN DAN BERTANGGUNGJAWAB SECARA VERTIKAL PADA SATUAN ATAS DARI BNNP ACEH DAN BNN RI, DENGAN BERDASAR PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009, TENTANG NARKOTIKA, SEBAGAI PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 22 TAHUN 1997, YANG MEMPUNYAI TUGAS MELAKSANAKAN FUNGSI DAN WEWENANG BNN DI WILAYAH KABUPATEN/KOTA. DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PENCEGAHAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DAN PREKURSOR NARKOTIKA KECUALI ROKOK DAN MINUMAN BERALKOHOL, BNNK BIREUEN BERWENANG MELAKUKAN PENYIDIKAN DAN PENYELIDIKAN PENYALAHGUNAAN SERTA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN PREKURSOR NARKOTIKA.

Jumat, 01 November 2013

Ketika BNN Dituntut Tingkatkan Kiprahnya


PENGHUNI  Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Bireuen sebagian  narapidananya melanggar undang-undang tentang narkotika, mereka tersandung kasus penyalahgunaan narkoba yang jumlahnya nyaris mencapai 80 persen dari jumlah narapidana yang menjalani hukuman di sana.
Dan kasus penyalahgunaan narkoba ini akan menggelinding bak bola salju yang semakin membesar jika upaya pencegahan diabaikan. Perlu peningkatan upaya-upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga yang dibentuk khusus untuk itu, yakni melalui Badan Narkotika Nasional (BNN) yang kini telah ada hingga kabupaten/kota.

Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rumah Tahanan Negara Cabang Bireuen, Rusdi Manawi, SH kepada Waspada, Sabtu (26/10) mengatakan, lebih kurang 200 narapidana  di sana kerena melanggar undang-undang tentang narkoba. “Jumlah narapidana seluruhnya lebih kurang 300 orang, dan sebagian besarnya adalah kasus narkoba,” sebut Rusdi.
Lebih lanjut Rusdi menjelaskan, para narapidana kasus narkoba tersebut umumnya  masih berusia remaja dan sudah memiliki rasa ketergantungan. “Bahkan juga sering narapidana ini yang sakau, namun kadang-kadang mereka tidak mengakuinya,” ucapnya.
Untuk menanggulangi rasa ketagihan narkoba itu, pihaknya hanya menangani secara medis. “Ya kita memberikan obat-obatan secara medis. Gejalanya kadang menggigil, bibirnya juga gemetar, kaki dan tangan terasa dingin jika raba,” ucap Rusdi.
Dia menjelaskan, para terpidana pecandu narkoba yang kini menjadi binaannya memeiliki latarbelakang penyebab yang berbeda-beda, namun secara global adalah anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua, serta kurangnya iman dan taqwa akibat minimnya ilmu pengetahuan keagamaan.
Menurut Rusdi, disamping memberikan sanksi kepada pengedar dan pecandu narkoba di rutan, namun perlu dijuga dilakukan pembinaan terhadap korban narkoba di lembaga-lembaga rehabilitasi.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Bireuen, Drs. Agussalim mengakui masih adanya keterbatasan-keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkotika di wilayah kerjanya.
Agussalim merasa khawatir, jika jumlah pengguna atau pengedar narkoba di Kabupaten Bireuen semakin meningkat. “Untuk membuat bangkrut pengedar narkoba, maka pangsa pasarnya harus ditiadakan. Artinya, kita semua harus berupaya mengatakan perang terhadap narkoba,” terang Agussalim.
Selama ini, BNN Kabupaten Bireuen lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan melalui sosialisasi tentang upaya pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba dilingkungan sekolah, kampus, dan  masyarakat secara umum, kata Agussalim.
Badan Narkotika Nasional Kabupaten Bireuen juga telah menuntaskan program Pembentukan Kader Anti Narkoba tahun 2013 dari kalangan siswa dan mahasiswa. Hal ini dilaksanakan juga untuk mencegah genarasi bangsa agar tidak terjerumus untuk menjadi pengedar atau konsumen barang haram itu.
Untuk menarik perhatian masyarakat, kegiatan sosialisasi penyalahgunaan narkoba sering dikemas dengan pergelaran seni, ceramah agama pada berbagai moment, seperti pergelaran seni pada peringatan  Hari Anti Narkoba, pergelaran seni di sekolah-sekolah.  Begitupun, penyebarluasan informasi tentang pencegahan dan bahaya narkoba juga disampaikan kepada masyarakat melalui striker, spanduk, dan kalender.
Kendati demikian, Agussalim menuturkan, untuk pencegahan menyebarnya kasus penyalahgunaan narkoba, maka keberadaan lembaga rehabilitasi pencandu narkoba mutlak diperlukan. Dengan demikian diharapkan mampu mengeliminir tingkat ketergantungan narkoba di tengah-tengah masyarakat.
Agussalim mengakui, hingga kini sedikitnya 30 orang yang terindikasi pengguna narkoba di Kabupaten Bireuen sangat menginginkan untuk melepaskan ketergantungannya pada barang haram tersebut.
 “Tapi saat ini sepengetahuan saya  di Aceh belum ada lembaga rehab milik pemerintah,” ucap Agussalim. Karenanya, dia berharap agar BNN Pusat dapat membangun lembaga rehab dimaksud di Kabupaten Bireuen.
Pasalnya, untuk melakukan rehabilitasi ke lembaga rehab swasta tentunya membutuhkan biaya yang tidak terjangkau mereka. “Kalau direhap di lembaga pemerintah itu gratis,” ucap Agussalim.
Menurutnya, secara geografis Bireuen juga sangat cocok jika dibangun lembaga rehabilitasi narkoba. “Mudah dijangkau oleh beberapa kabupaten/kota karena letaknya di jalur lintas,” ucapnya.
Karenanya, kita pun berharap kepada BNN Pusat agar segera membangun lembaga rehabilitasi narkoba, sehingga Bireuen dan Aceh pada umumnya dapat menyelamatkan warganya yang telah menjadi korban kecanduan narkoba, ucap Agussalim. (waspada)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar